Senin 28 Oktober 2019 07:31:26 WIB
tribratanewsriau.com Dibalik segala kemudahan yang ditawarkan oleh kemajuan teknologi informasi, terdapat risiko dan ancaman. Perang siber kini telah berkembang sampai pada tahap mampu melumpuhkan sebagian atau seluruh siber nasional karena sifatnya yang mengancam jiwa manusia, kestabilan ekonomi, politik, sosial budaya dan kedaulatan negara. Jika tidak diantisipasi, kondisi ini dapat membuat Indonesia mengalami krisis siber.
Dilansir dari portal berita investor bahwa hal itu diungkapkan oleh Wakil Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Komjen Pol. Drs. Dharma Pongrekun, dalam Seminar Kebangsaan Bagi Generasi Muda, Sabtu 26 Oktober 2019 di Gereja Bethel Indonesia, Pekanbaru, Riau. Tujuan digelaranya seminar tersebut adalah untuk membangun semangat kebangsaan bagi generasi muda dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda 2019. Kegiatan ini dihadiri oleh Kapolda Riau Bapak Irjen. Pol. Agung Setya Imam Effendi dan diikuti oleh sekitar 200 orang peserta dari berbagai elemen masyarakat, akademisi, mahasiswa dan perwakilan organisasi masyarakat, demikian rilis kepada Investor Daily, Minggu (27/10,2019).
"Teknologi telah dipakai oleh berbagai negara untuk memenangkan persaingan global. Di titik itulah, perang sebagai bentuk puncak persaingan antar negara turut berevolusi. Peperangan kini tidak hanya terkait dengan kontak fisik dengan senjata konvensional, peperangan kini telah berkembang menjadi perang siber atau informasi yang berbasis pada pengunaan teknologi informasi dan komunikasi," katanya.
Menanggapi fakta tersebut, Wakil Kepala BSSN menegaskan bahwa negara harus hadir untuk mengantisipasi dan siap bahu–membahu bersama seluruh rakyat indonesia menghadapi segala dampak negatif dari sistem globalisasi. Langkah dalam menghadapi ancaman dari sistem globalisasi suatu negara adalah dengan memperkuat ketahanan nasional dengan kembali kepada Pancasila, UUD 1945 dan Kebhinekaan yang harus dijaga keutuhannya.
Dharma mengajak semua generasi muda agar kembali kepada jati diri sebagai mahluk ciptaan Tuhan dengan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta sehingga dapat menetralisir segala dampak negatif dari sistem globalisasi. Hal ini diperlukan untuk menyelamatkan manusia dan Tanah Air dari proses kehancuran kehidupan secara global.
Dalam kesempatan itu, Dharma Pongrekun menjelaskan bagaimana pengaruh kemajuan dari teknologi yang memasuki era keterbukaan dan arus globalisasi telah membawa bangsa Indonesia ke dalam sistem dunia yang lebih besar dan tidak terbatas. Globalisasi menjadi alat untuk mengkoneksi secara global seluruh aspek meliputi ekonomi, sosial, budaya dan politik yang membuat setiap orang mampu mengakses informasi baik dalam bentuk gambar, tulisan, maupun video secara bebas dan tanpa batas.
Menurut Dharma, globalisasi memiliki tiga program besar, yaitu money, power dan control. Program money, sudah sukses dengan bersatunya sistem ekonomi seluruh dunia. Program power, masuknya sistem global ke dalam sistem dan struktur pemerintahan di seluruh dunia. Ketiga, program control, hampir seluruh manusia di dunia dikendalikan pola kehidupannya melalui kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.
Dharma memaparkan, rekayasa kehidupan (life engineering) tersebut, dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) sejak dunia diciptakan. Di era modern, rekayasa kehidupan dilakukan melalui fase–fase revolusi industri, yang akhirnya bermuara pada bertemunya teknologi informasi dan teknologi komunikasi melalui internet. Sejak itulah globalisasi menjadi gelombang yang sangat dahsyat sulit dihindari.
Saat ini, kata dia, seluruh aspek kehidupan manusia terhubung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, “Sekarang ini sarana TIK yang begitu masif dipakai manusia sehari–hari adalah smartphoneâ€. Alat ini didesain menyajikan kecepatan dan kemudahan sehingga diterima manusia secara luas. Secara natural, manusia memang menyukai hal yang praktis sehingga alat ini diterima secara masif. Namun, di dalam alat disisipi aplikasi–aplikasi yang memiliki kemewahan, pornografi dan candu yang bisa mengancam jiwa manusia, kestabilan ekonomi, politik, sosial budaya dan kedaulatan negara.